NTB-News.Com, Oleh Inna Itt
“Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka…” (Qs Ali Imran 159)
Kata kunci
dari surah Ali Imran ayat 159 di atas ialah ‘rahmat’ Allah. Rahmat yang
secara etimologi berarti kasih sayang Allah, meliputi segala yang ada di
langit dan bumi. Dengan rahmatNya, Allah menciptakan bumi dengan segala
isinya untuk khaliifah fil ardh dan untuk semua makhluk yang mendiami
bumi.
Jika bukan dengan rahmatNya tersebut, kita takkan pernah
bisa bertahan di bumi dalam kondisi yang kosong tanpa isi. Dengan
rahmatNya pula, Dia mengirimkan seorang Nabi, pembawa risalah suci,
pengubah jahiliyah menjadi islami, dengan segala kesabaran dan keteguhan
hati yang ia miliki, Rasulullah Saw yang perjalanan dakwahnya yang
diawali dengan jalan terjal berupa penolakan dan cacian, tak lantas
membuat Al-Amiin ini berputus asa dari rahmatNya.
Bersabar
selama puluhan tahun di Makkah dan belasan tahun di Madinah, membuat
perjalanan dakwah yang sebelumnya dihujani penolakan bahkan usaha untuk
membunuh beliau, berangsur-angsur berbuah manis. Tak heran jika Michael H
Hart dalam bukunya The 100 a Ranking of The Most Persons in History menilai Nabi Muhammad sebagai tokoh yang paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia.
Menurut
Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih
keberhasilan luar biasa baik dalam hal sprititual dan kemasyarakatan.
Hart mencatat bahwa Muhammad mampu mengelola bangsa yang awalnya egois,
barbar, terbelakang, terpecah belah oleh sentiment kesukuan menjadi
bangsa yang maju dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan kemiliteran,
bahkan sanggup mengalahkan pasukan romawi yang saat itu merupakan
kekuatan militer terdepan di dunia dalam pertempuran.
Semua
hal di atas bukan disebabkan Nabi Muhammad kuat secara ekonomi, yang
kita tahu Nabi Muhammad hidup sebagai seorang yang paing sederhana yang
diriwayatkan dalam sebuah hadits manakala beliau tidak menemukan
makanan, maka hari itu beliau ikhlas berpuasa karena Allah. Bukan juga
kekuatan secara fisik semata. Namun, kekuatan itu bersumber dari
kelembutan hati beliau sebagai bukti rahmat Allah yang dianugerahkan
kepadanya.
Lanjutan Qs Ali Imran di atas, seandainya saja
Rasulullah berlaku keras lagi kasar, maka tentulah orang-orang kafir
akan menjauh dari beliau dan tentu saja, amanat Allah untuk menjadikan
islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, tidak akan pernah
berhasil. Tentang kekerasan, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah mengutusku bukan untuk melakukan kekerasan, tapi untuk mengajar
dan memberikan kemudahan,” (HR Ahmad) atau dalam hadits lain,
“Sesungguhnya Allah Maha Lemah Lembut.
Melalui kasih sayang
Allah akan banyak mendatangkan hal positif, tidak seperti halnya
kekerasan,” (HR Muslim) Ada contoh sederhana dan semoga kita dapat
belajar dari teguran Rasulullah untuk Aisyah.
Suatu hari,
beberapa orang yahudi bertandang ke kediaman Rasulullah, lalu mereka
mengucapkan salam namun diplesetkan menjadi “Assamu ‘Alaikum,”, maka,
dengan geram Aisyah menjawab, “Alaikum wa La’anakumullah wa Ghadiballahu Alaikum)
yang artinya semoga laknat dan murka Allah menimpa kalian. Lalu,
Rasulullah Saw pun menegur, “Berlaku lemah lembutlah wahai Aisyah,
janganlah berkata keras lagi kasar,” (HR Bukhari)
(http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/04/23/mloiwf-menjadi-pribadi-yang-lembut)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment