NTB-News.Com - Dinas Kesehatan Kabupaten Yahukimo, Propinsi Papua, meragukan informasi tentang kematian 61 orang secara beruntun di Distrik Samenage, Kabupaten Yahukimo, seperti dilaporkan seorang tokoh Gereja Katolik di Wamena, Papua.
"Makanya saya nggak bisa memberikan klarifikasi kepastian itu, karena masyarakat dari Distrik Samenage itu banyak tinggal di sini (ibukota Kabupaten), dan mereka sendiri nggak mendapatkan berita itu," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Yahukimo, Bonga Samule, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Rabu (10/04) siang, melalui telepon.
"Kalau ada (kematian), pasti mereka melaporkan kepada kami dan mereka pasti dalam suasana duka," tambah Bonga.
Namun demikian, menurut Bonga Samule, pihaknya akan mengirim tim investigasi ke distrik tersebut untuk menyelidiki kebenaran informasi tentang kematian 61 orang secara beruntun di Distrik Samenage, Kabupaten Yahukimo.
"Besok (Kamis, 11/04), kami akan turun untuk melakukan investigasi langsung," katanya.
Kasus kematian yang terjadi dalam dua bulan terakhir ini diungkap oleh seorang tokoh Gereja Katolik di Wamena, Pastor Jhon Djonga, Selasa (09/04) kemarin.
Dalam keterangan kepada wartawan, dia menyebutkan, mereka meninggal akibat serangan penyakit dan minimnya akses layanan kesehatan.
Jhon Djonga juga menyatakan, 61 orang warga Distrik Samenage, Yahukimo itu, meninggal sejak pertengahan Januari sampai akhir Maret lalu.
"Sebagian besar korban meninggal adalah anak-anak dan perempuan, setelah mengalami sakit sekian lama dan tidak mampu ditangani puskesmas setempat," kata Jhon.
Dia menyebut, kematian ini tidak terlepas dari standar kehidupan warga setempat yang tidak memadai.
Bukan tiga bulan
Secara terpisah, relawan asal Irlandia yang diperbantukan di Gereja Injili di Indonesia, GIDI, di Wamena, Papua, Trenier Elizabeth, membenarkan adanya informasi tentang kematian 61 orang di Distrik Samenage, Yahukimo.
"Saya sudah investigasi dan sudah cek-cek mengenai hal ini," kata Trenier, yang biasa dipanggil dengan sebutan Suster Sue, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon, Rabu (10/04) siang.
Dia mengaku telah mengontak kepala desa setempat: "Dia hitung-hitung dari bulan Januari sampai 30 maret, bahwa betul ada 61 orang meninggal."
"Dan nama-namanya (yang meninggal dunia) dicatat," kata Trenier, dalam bahasa Indonesia.
Namun demikian, Trenier mengaku tidak mengetahui tentang detil penyebab kematian mereka.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Yahukimo, Bonga Samule meragukan jumlah warga di distrik itu yang meninggal dalam kurun waktu dua bulan.
Dia juga menyatakan, petugas kesehatan yang berada di Distrik Samenage sejak awal bulan ini tidak pernah menemukan kematian beruntun.
"Besar kemungkinan data itu tidak dalam kurun waktu 3 bulan, mungkin sejak 2012 sudah ada yang meninggal," kata Bonga.
Kondisi geografis
Bagaimanapun, ini bukanlah informasi pertama tentang kasus kematian warga di pedalaman Papua yang dilatari persoalan minimnya akses layanan kesehatan.
Awal pekan lalu, organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, AMAN, mengungkap setidaknya 95 orang meninggal dunia di Distrik Kwoor, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, akibat kurang gizi dan busung lapar.
Walaupun sempat meragukan kebenaran kabar ini, Pemerintah Pusat melalui Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menjanjikan untuk mengecek kebenaran kabar ini.
Kasus kematian di pedalaman Papua ini mengingatkan kasus serupa pada 2005 lalu, ketika 55 orang dikabarkan meninggal akibat busung lapar.
Akses ke wilayah ini hanya bisa dicapai dengan menggunakan pesawat berukuran kecil karena kondisi geografinya yang sulit.
(http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/04/130410_kematian_beruntun_yahukimo_papua.shtml)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment